Jumat, 30 Mei 2008

BAHASA JURNALISTIK

KESALAHAN DARI BAHASA JURNALISTIK

Bagi para penulis dan jurnalis (wartawan), bahasa adalah senjata, dan kata-kata adalah pelurunya. Mereka tidak mungkin bisa memengaruhi pikiran, suasana hati, dan gejolak pe-rasaan pembaca, pendengar, atau pemirsanya, jika tidak menguasai bahasa jurnalistik dengan baik dan benar.
Itulah sebabnya, para penulis dan jurnalis harus dibekali penguasaan yang memadai atas kosa kata, pilihan kata, kalimat, paragraf, gaya bahasa, dan etika bahasa jurnalistik.
Bahasa jurnalistik harus memenuhi sejumlah persyaratan, seperti tampil menarik, variatif, segar, berkarakter. Selain itu, ia juga harus senantiasa tampil ringkas dan lugas, logis, dinamis, demokratis, dan populis.
Dalam bahasa jurnalistik, setiap kata harus bermakna, bahkan harus bertenaga, dan bercita rasa. Kata bertenaga dengan cepat dapat membangkitkan daya motivasi, persuasi, fantasi, dan daya imajinasi pada benak khalayak.
Pendayagunaan kata pada dasarnya berkisar pada dua persoalan pokok. Pertama, ketepatan memilih kata untuk mengungkapkan sebuah gagasan, hal, atau barang yang akan diamanatkan. Ketepatan pilihan kata mempersoalkan kesanggupan sebuah kata untuk menimbulkan gagasan-gagasan yang tepat pada imajinasi pembaca atau pendengar, seperti apa yang dipikirkan atau dirasakan oleh penulis atau pembicara.
Ketepatan memilih kata dapat dicapai apabila kita sebagai penulis atau jurnalis menguasai dengan baik masalah etimologi, semantik, tata bahasa, ejaan, frasa, klausa, istilah, ungkapan, idiom, jargon, singkatan, akronim, peribahasa, kamus, dan ensiklopedia.
Kedua, kesesuaian atau kecocokan dalam menggunakan kata tadi. Hal ini lebih banyak dipengaruhi faktor teknis tata bahasa, faktor psikologis narasumber dan jurnalis, konteks situasi dan maksud pesan yang disampaikan, serta aspek-aspek etis, etnis, dan sosiologis khalayak pembaca, pendengar, atau pemirsa.

Menyimpang dari Kaidah
Bahasa jurnalistik atau bahasa pers, memang merupakan salah satu ragam bahasa kreatif bahasa Indonesia di samping terdapat juga ragam bahasa akademik (ilmiah), ragam bahasa bisnis, ragam bahasa filosofik, dan ragam bahasa literer (sastra).
Bahasa jurnalistik merupakan bahasa yang digunakan oleh wartawan dalam menulis karya-karyanya di media massa. Tulisan itu pun memiliki karakter yang berbeda-beda berdasarkan jenisnya.
Bahasa yang digunakan untuk menuliskan laporan investigasi tentu lebih cermat bila dibandingkan dengan yang digunakan dalam penulisan features. Ada pula gaya yang yang khas pada penulisan jurnalisme perdamaian. Yang digunakan untuk menulis berita utama (ada yang menyebut laporan utama, forum utama) juga akan berbeda dengan bahasa untuk menulis tajuk dan features.
Karena berbagai keterbatasan yang dimiliki surat kabar (ruang, waktu), bahasa jurnalistik memiliki sifat yang khas, yaitu singkat, padat, sederhana, lancar, jelas, lugas, dan menarik. Kosa kata yang digunakan dalam bahasa jurnalistik mengikuti perkembangan bahasa dalam masyarakat.
Surat kabar dibaca oleh semua lapisan masyarakat yang tidak sama tingkat pengetahuannya. Maka bahasa jurnalistik harus dapat dipahami dalam ukuran intelektual minimal. Juga tidak setiap orang memiliki cukup waktu untuk membaca surat kabar, maka bahasa jurnalistik mengutamakan kemampuan untuk menyampaikan semua informasi yang dibawa kepada pembaca secepatnya dengan daya komunikasinya.
Muncul keluhan bahwa bahasa Indonesia di media massa menyimpang dari kaidah baku. Banyak ditemukan kemubaziran bahasa wartawan pada aspek gramatikal (tata bahasa), leksikal (pemilihan kosakata) dan ortografis (ejaan). Berdasarkan aspek kebahasaan,
kesalahan tertinggi yang dilakukan wartawan terdapat pada aspek gramatikal dan kesalahan terendah pada aspek ortografi. Berdasarkan jenis berita, berita olahraga memiliki frekuensi kesalahan tertinggi dan frekuensi kesalahan terendah pada berita kriminal.
Penyebab wartawan melakukan kesalahan bahasa dari faktor penulis karena minimnya penguasaan kosa kata, pengetahuan kebahasaan yang terbatas, dan kurang bertanggung jawab terhadap pemakaian bahasa, karena kebiasaan lupa dan pendidikan yang belum baik. Faktor di luar penulis, yang menyebabkan wartawan melakukan kesalahan dalam menggunakan bahasa Indonesia karena keterbatasan waktu menulis, lama kerja, banyaknya naskah yang dikoreksi, dan tidak tersedianya redaktur bahasa dalam surat kabar.

Mencerdaskan dan Memuliakan
Penyimpangan morfologis, misalnya, di mana sering terjadi pada judul berita surat kabar yang memakai kalimat aktif, yaitu pemakaian kata kerja tidak baku dengan penghilangan afiks. Afiks pada kata kerja yang berupa prefiks atau awalan dihilangkan.
Ada juga kesalahan sintaksis, yaitu berupa pemakaian tata bahasa atau struktur kalimat yang kurang benar sehingga sering mengacaukan pengertian. Hal ini disebabkan logika yang kurang bagus.
Kesalahan kosakata pun sering terjadi. Kesalahan ini sering dilakukan dengan alasan kesopanan (eufemisme) atau meminimalkan dampak buruk pemberitaan. Kesalahan ejaan hampir setiap kali dijumpai dalam surat kabar.
Yang cukup mengganggu adalah kesalahan pemenggalan. Terkesan setiap ganti garis pada setiap kolom kelihatan asal penggal saja. Kesalahan ini disebabkan pemenggalan bahasa Indonesia masih menggunakan program komputer berbahasa Inggris. Hal ini sudah bisa diantisipasi dengan program pemenggalan bahasa Indonesia.
Untuk menghindari beberapa kesalahan seperti diuraikan di atas adalah melakukan kegiatan penyuntingan baik menyangkut pemakaian kalimat, pilihan kata, dan ejaan. Selain itu, pemakai bahasa jurnalistik yang baik tercermin dari kesanggupannya menulis paragraf yang baik.
Untuk menulis paragraf yang baik tentu memerlukan persyaratan menulis kalimat yang baik pula. Paragraf yang berhasil tidak hanya lengkap pengembangannya tetapi juga menunjukkan kesatuan dalam isinya. Paragraf menjadi rusak karena penyisipan-penyisipan yang tidak bertemali dan pemasukan kalimat topik kedua atau gagasan pokok lain ke dalamnya.
Bahasa jurnalistik merupakan bahasa komunikasi massa. Dengan fungsi yang demikian itu, bahasa jurnalistik itu harus jelas dan mudah dibaca dengan tingkat ukuran intelektual minimal.
Mengacu pada JS Badudu, bahasa jurnalistik memiliki sifat-sifat khas, yaitu singkat, padat, sederhana, lugas, menarik, lancar, dan jelas. Itu mengingat surat kabar dibaca oleh semua lapisan masyarakat yang tidak sama tingkat pengetahuannya.
Demikianlah, bahasa adalah senjata seorang jurnalis, dan kata-kata adalah pelurunya. Seorang jurnalis tidak boleh menggunakan senjata untuk membunuh orang dan bahkan binatang yang tidak berdosa. Ia hanya boleh menggunakan senjata itu untuk mencerdaskan dan memuliakan masyarakat serta membela dan menjunjung tinggi kehormatan negara dan bangsa.

1 komentar:

cap girl mengatakan...

emang... skarang neh bnyk media pake bahasa jurnalistik yang g sesuai dengan kode etik...
terlalu kasar....
bahaya kalo bidaca ma anak2...